Kamis, 24 Maret 2011

Penilaian Sekuritas

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penilaian sekuritas mempunyai pengertian proses penentuan nilai pasar suatu sekuritas. Dimana sekuritas merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak kepemilikan untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan atas perusahaan yang menerbitkan sekuritas tersebut dan berbagai kondisi yang melaksanakan hak tersebut.
Bila dikaitkan dengan keperluan analisis, maka sekuritas-sekuritas tersebut terbagi atas 3 tipe yakni:
• Sekuritas yang memberikan penghasilan tetap.
• Sekuritas yang memberikan penghasilan yang tidak tetap.
• Sekuritas yang mempunyai karakteristik opsi.

1.2 Permasalahan
1. Bagaimanakah Penilaian Sekuritas Berpenghasilan Tetap ?
2. Bagaimanakah Penilaian Sekuritas Tidak Berpenghasilan Tetap ?
3. Bagaimanakah Penilaian Sekuritas Berkarakteristik Opsi ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Penilaian Sekuritas Berpenghasilan Tetap
2. Mengetahui Penilaian Sekuritas Tidak Berpenghasilan Tetap
3. Mengetahui Penilaian Sekuritas Berkarakteristik Opsi





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penilaian Sekuritas Berpenghasilan Tetap
Contoh sekuritas tipe ini adalah obligasi. Obligasi biasanya mempunyai features sebagai berikut. Mempunyai nilai nominal, atau disebut juga face value, (misal Rp. 1.000.000,-). Kapan akan dilunasi (misal 5 tahun). Mempunyai coupon rate (misal 18% per tahun). Kalau kita mengabaikan kemungkinan obligasi tersebut tidak bisa dilunasi (default), maka pembeli obligasi tersebut akan memperoleh Rp.180.000,- pada tahun 1 s/d 5, ditambah pelunasan pokok pinjaman sebesar Rp 1.000.000,- pada tahun ke 5.
Arus kas yang diharapkan akan diperoleh oleh pemodal yang membeli obligasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut ( semua angka dalam ribuan rupiah).
Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5
? 180 180 180 180 180
1000

Nilai pada tahun ke 0 (atau saat ini) merupakan harga yang bersdia dibayar oleh para pemodal. Untuk itu nilai pasar obligasi (B0) bisa dihitung sebagai berikut :

= ………….(7.1)

Dalam hal ini :
Ft , adalah bunga yang dibayarkan setiap periode (t = 1, …,n),
N adalah nilai nominal pelunasan,
r adalah tingkat bunga yang dianggap relevan oleh pemodal.

Misalnya obligasi tersebut ditawarkan ke pasar modal, dan para pemodal menginginkan tingkat keuntungan 17%.
Berapa harga obligasi tersebut?.
B0 = 180/(1+0,17) + 180/(1+0,17)2 + …. + 180/(1+0,17)5
= Rp.1.032.000,- (dibulatkan)

Harga yang bersedia dibayar lebih tinggi dari nilai nominal karena coupon rate yang ditawarkan lebih tinggi dari tingkat keuntungan yang diinginkan oleh pemodal.
Perhatikan bahwa apabila tingkat bunga yang dianggap relevan oleh pemodal meningkat, harga pasar obligasi akan menurun dan sebaliknya. Dengan demikian apabila diabaikan kemungkinan default, maka harga obligasi akan tergantung pada (pengharapan akan) tingkat bunga.
Bagaimana menentukan tingkat bunga yang layak?
Apabila kita pergunakan konsep CAPM, maka kita perlu menaksir beta obligasi tersebut. Umumnya beta obligasi cukup rendah, jauh dibawah satu, dan sebagian besar berkisar hanya 0,20 – 0,30. Rendahnya beta tersebut menjelaskan mengapa dipergunakan tingkat bunga yang relative jauh lebih rendah daripada tingkat keuntungan portofolio pasar.
Dengan demikian misalkan bahwa Rm = 0,20 sedangkan Rf = 0,12. Apabila beta obligasi tersebut hanya sebesar 0,25, maka tingkat keuntungan yang layak untuk obligasi tersebut sesuai dengan CAPM adalah,
R0bl = 0,12 + 0,25(0,20 – 0,120)
= 0,14 (atau 14%)
Apabila coupun rate obligasi tersebut sebesar 18%, maka nilai pasar obligasi tersebut tentu akan lebih tinggi dari nilai nominalnya

2.2 Penilaian Sekuritas Tidak Berpenghasilan Tetap
Saham merupakan sekuritas yang memberikan penghasilan yang tidak tetap bagi pemiliknya. Pemilik saham akan menerima penghasilan dalam bentuk deviden dan perubahan harga saham. Kalau harga saham meningkat dari harga beli, maka pemodal dikatakan memperoleh capital gains, apabila sebaliknya disebut sebagai capital loss.
Apabila harga saham saat ini (P0) sebesar Rp. 10.000,- kemudian diharapkan memberikan deviden (d) Rp. 1.000,- pada tahun depan diperkirakan harganya Rp. 11.000,-. Dengan demikian tingkat keuntungan yang diharapkan (r) akan diperoleh adalah :
r = (P1 – P0 + D1)/P0
= (11.000 – 10.000 + 1.000)/10.000
= 0.20 atau 20%

Persoalan tersebut juga bisa dinyatakan,

P0 = P1/(1 + r) + D1/(1 + r)
= 11.000/(1 + 0,20) + 1.000/(1 + 0,20)
= 10.000
Tetapi apa yang menentukan harga pada t = 1 ? Harga pada t = 1 akan dipengaruhi oleh deviden pada t = 2 dan harga pada t = 2. Atau secara formal,
P1 = P2/(1 + r) + D2/(1 + r)
Dengan demikian maka,
P0 = P2/(1 + r)2 + D2/(1 + r)2 + D1/(1 + r)
Dan seterusnya.

Karena seseorang bisa memiliki saham untuk waktu n tahun, maka persamaan umumnya menjadi,
…………..(7.2)

Dalam hal ini :
P0 adalah harga saham saat ini,
Dt adalah deviden yang diterima oleh pemodal pada tahun ke t (t = 1, …,n),
Pn adalah harga saham pada tahun ke n,
r adalah tingkat keuntungan yang dianggap relevan.
Meskipun seorang pemodal bisa memiliki saham selama n tahun, tetapi sewaktu saham tersebut dijual, akhirnya periode kepemilikan akan menjadi tidak terhingga. Dengan demikian persamaan (7.2) bisa dituliskan menjadi,
……..(7.3)
Dalam persamaan tersebut n = (tidak terhingga).
Secara konsepsional rumus penentuan harga saham tersebut benar, tetapi untuk operasionalisasinya akan sangat sulit. Bagaimana kita bisa memperkirakan Dt dari tahun ke 1 sampai dengan tahun tidak terhingga? Semakin jauh dimensi waktu estimasi kita semakin tidak pasti estimasi tersebut. Karena itulah kemudian dipergunakan berbagai penyederhanaan.
Penyederhaaan yang pertama adalah dengan menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut :
a. Keuntungan tidak berubah setiap tahunnya, dan
b. Semua keuntungan dibagikan sebagai deviden (asumsi ini yang menyebabkan laba tidak meningkat).

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut bisa dirumuskan bahwa harga saham saat ini adalah :
P0 = E/r
Atau
P0 = D/r

Asumsi-asumsi tersebut kemudian dirasa sangat tidak realistis. Karena itu kemudian diasumsikan :
a. Tidak semua laba dibagi, tetapi ada sebagian yang ditahan. Proporsi laba yang ditahan (diberi notasi b) diasumsikan konstan.
b. Laba yang ditahan dan diinvestasikan kembali tersebut bisa menghasilkan tingkat keuntungan, disebut juga Return On Equity, sebesar R.
c. Sebagai akibat dari asumsi-asumsi tersebut, maka laba per lembar saham (=E) dan juga deviden (=D) meningkat sebesar bR. Peningkatan ini kita beri notasi g. Dengan kata lain g = bR.

Dengan menggunakan serangkaian asumsi tersebut maka,

Dengan n = , maka persamaan tersebut merupakan penjumlahan dari suatu deret ukur dengan kelipatan [(1+g)/(1+r)] dan n = , sehingga jumlahnya adalah sama dengan,

Yang dapat disederhanakan menjadi,

P0 = D1/(r-g)

Model tersebut disebut sebagai model pertumbuhan konstan (constant growth model), karena diasumsikan pertumbuhan laba (dan juga deviden) meningkat secara konstan. Tentu saja kita bisa menggunakan pertumbuhan yang tidak konstan, yang menyatakan bahwa g1 > g2. Misalnya selama 3 tahun pertama pertumbuhan diperkirakan sebesar 20% pertahun (g1), tetapi setelah itu hanya tumbuh sebesar 10% per tahun (g2).

Persoalan tersebut bisa dirumuskan,

P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 +
D1(1+g1)2/(1+g2)/(1+r)4 + ….. + D1(1+g1)2/(1+g2) -3/(1+r)

Deviden pada tahun ke 4 sampai dengan tahun bisa dirumuskan sebagai,
P3 = D4/(r-g2)

Karena itu,
P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 +
D1(1+g1)2/(1+g2)/(1+r)4 + P3/(1+r)3

Yang berarti juga bisa dituliskan sebagai,
P0 = D1/(1+r) + D1(1+g1)/(1+r)2 + D1(1+g1)2/(1+r)3 +
D1(1+g1)2/(1+g2)/(1+r)4 + [D4/(r-g2) x 1/(1+r)3]

CAPM dapat diterapkan untuk menaksir tingkat bunga (r) yang dipandang relevan untuk penaksiran harga saham. Apabila diperkirakan bahwa suatu saham adalah 1,20 (yang berarti lebih beresiko apabila dibandingkan dengan portofolio pasar), sedangkan Rf dan Rm diperkirakan berturut-turut adalah 12% dan 22%, maka tingkat keuntungan yang layak untuk saham tersebut adalah,

Ri = 0,12 + 1,20(0,22 – 0,12)
= 0,24

Dengan demikian apabila diterapkan constant growth model, sedangkan diperkirakan

D1 = Rp. 800,- dan g = 0,16, maka
P0 = 800/(0,24 – 0,16)
= Rp. 10.000,-

Nampak bahwa penerapan CAPM menunjukkan bahwa harga saham akan dipengaruhi oleh resiko yang ditanggung oleh pemodal karena menginvestasikan dananya pada saham tersebut. Resiko tersebut dinyatakan dalam beta ( ). Semakin tinggi resiko, semakin besar tingkat bunga (r) yang dipergunakan untuk menaksir harga saham.



Pertumbuhan Super Normal atau Non Konstan
Adalah bagian dari siklus hidup suatu perusahaan di mana pertumbuhannya jauh lebih cepat daripada pertumbuhan perekonomian secara keseluruhannya.
Untuk mencari besarnya nilai saham tersebut dilakukan langkah-langkah :
1. Cari nilai sekarang dari dividen selama periode pertumbuhan non konstan.
2. Cari harga saham pada akhir periode pertumbuhan non konstan, di mana pada saat itu pertumbuhannya telah berubah menjadi pertumbuhan konstan, dan diskontokan. Harga ini kembali ke masa sekarang.
3. Jumlahkan kedua unsur ini untuk mencari nilai intrinsik dari saham, .

Formulanya adalah :



2.3 Penilaian Sekuritas Berkarakteristik Opsi
Salah satu jenis sekuritas yang berkarakteristik opsi adalah warrant. Warrant adalah opsi untuk membeli sejumlah saham biasa dengan harga tertentu. Pada saat pemilik warrant melaksanakan opsi tersebut, mereka menyerahkan warrant tersebut ke perusahaan. Kalau suatu obligasi disertai dengan warrant, maka investor tidak hanya memperoleh bunga tetap dari pembelian obligasi, tetapi mereka juga memperoleh opsi untuk membeli saham biasa dengan harga tertentu. Kalau harga saham (diperkirakan) naik, maka opsi ini akan berharga. Sebagai akibatnya perusahaan mungkin bisa menjual obligasi dengan tingkat bunga yang lebih rendah.
Pada waktu penerbitan warrant, biasanya harga exercise (yaitu harga dimana investor bisa melakukan pembelian saham dengan menunjukkan warrant ditentukan diatas harga saham saat tersebut. Misalkan harga saham pada waktu penerbitan warrant adalah sebesar Rp. 7.000,- maka warrant mungkin ditetapkan dengan harga Rp.8.000,-. Selisihnya disebut sebgai premium. Warrant harus menjelaskan kapan opsi tersebut bisa dilaksanakan (misal 3 tahun lagi sejak saat penerbitan).
Sewaktu warrant dimanfaatkan oleh para pemodal, perusahaan akan memperoleh tambahan dana. Hal tersebut bisa dilihat dari contoh berikut ini.
Misalkan perusahaan menerbitkan obligasi sebesar Rp.10.000 juta,-, dengan bunga 14% per tahun (tingkat bunga yang umum berlaku mungkin diatas 14%, tetapi karena obligasi tersebut disertai warrant, pemodal bersedia menerima tingkat bunga tersebut). Jumlah lembar obligasi yang diterbitkan misalnya 100.000 lembar. Pemodal menerima warrant dari pembelian obligasi tersebut (misal satu obligasi berhak membeli sepuluh saham biasa) yang memungkinkan mereka membeli saham biasa dengan harga misalnya, Rp.8.000,- (misal nilai nominal saham Rp.1.000). Keadaan sebelum penerbitan obligasi, setelah penerbitan obligasi, dan setelah warrant dilaksanakan, disajikan berikut ini :

Sebelum Setela Setelah
Penerbitan Penerbitan Pelaksanaan
Obligasi Obligasi Warrant

Obligasi - Rp.10.000 Rp.10.000
Saham biasa
(nominal Rp.1.000) Rp.10.000 Rp.10.000 Rp.11.000
Agio - - Rp. 7.000
Laba yang ditahan Rp.40.000 Rp.40.000 Rp.40.000
Modal Sendiri Rp.50.000 Rp.50.000 Rp.58.000

Total Kapitalisasi Rp.50.000 Rp.60.000 Rp.68.000






BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penilaian sekuritas mempunyai pengertian proses penentuan nilai pasar suatu sekuritas. Dimana sekuritas merupakan secarik kertas yang menunjukkan hak kepemilikan untuk memperoleh bagian dari prospek atau kekayaan atas perusahaan yang menerbitkan sekuritas tersebut
Bila dikaitkan dengan keperluan analisis, maka sekuritas-sekuritas tersebut terbagi atas 3 tipe; yakni: ekuritas yang memberikan penghasilan tetap.Sekuritas yang memberikan penghasilan yang tidak tetap.Sekuritas yang mempunyai karakteristik opsi.

3.2 Saran
Sarannya untuk sebuah perusahaan sebelum memilih sekuritas-sekuritas sebaiknya dianalisis terlebih dahulu

Tidak ada komentar: